AKSI STOP VALENTINE DAYS |
Banyak
orang yang terjebak ketika memahami makna akhlaq karena memahaminya
dengan wordview luar islam. Akibatnya, makna akhlaq menjadi sempit dan
sekedar hubungan anatara sesama manusia, seperti sopan santun,
toleransi, kasih sayang, saling menghargai, dan sebagainya. Padahal,
akhlaq adalah istilah khas dalam islam sehingga untuk memahami makna
akhlak haruslah dengan perspektif islam.
Dalam
perspektif islam, ahklaq bukan sebatas sopan santun terhadap sesama.
Ahlaq sangat terkait dengan aqidah, syariah, dan muamalah. Akhlaq
mencakup hubungan kepada Allah (hablunminallah) dan hubungan kepada
sesame (hablunminannas). Secara vertical harus baik, demikian juga
secara horizontal.
Ketika
berbicara tentang ahklak, yang paling utama adalah akhlaq kepada Allah
Swt. Yaitu dengan mengakui dan menyakini bahwa Allah adalah satu-satunya
Tuhan yang wajib disembah dengan sebenar-benarnya. Tidak menyekutukan
Allah dengan apa pun, seperti berhala, kuburan, harta, pangkat dan
jabatan. Serta meyakini bahwa Allah tidak beranak dan tidak diperanakan
dan Allah adalah satu-satunya tempat bermohon dan temapat kita
mengadukan segala urusan.
Kedua
adalah akhlaq kepada Nabi Muhammad Saw. Yaitu dengan mengakui dan
menyakini bahwa Nabi Muhammad Saw. Adalah Nabi terakhir yang diutus
Allah Swt. Beliau diutus dengan membawa agama islam untuk kebahagian
manusia di dunia dan akhirat. Kita mengikuti sunah-sunahnya serta
meneladani akhlaqnya.
Selanjutnya
adalah akhlaq kepada sesama, seperti kepada orang tua, guru, sanak
saudara, teman, tetangga, termasuk kepada orang yang berbeda agama.
Orang yang rajin shalat, rutin membaca Al Qur’an, bertahajud di malam
hari, dan sebagainya belum bisa disebut orang berakhlaq jika masih
sering berbuat curang atau mengambil sesuatu yang bukan haknya-apalagi
dengan cara yang zalim atau sering mengganggu dan menyakiti orang lain.
Begitu juga
sebaliknya.Orang yang peduli pada kebersihan lingkungan, belum bisa
dikatakan berakhlaq jika belum biasa membersihkan dirinya dari noda
kemusyrikan. Orang yang murah senyum dan toleran terhadap sesama belum
biasa dikatakan berakhlaq jika ia seorang pezina, homo, atau lesbi.
Orang yang sering membantu orang lain yang membutuhkan belum biasa
dikatakan berakhlaq jika ia membantu dengan uang hasil korupsi atau
judi.
Jika ahklaq dipahami
sebatas sopan santun, mungkin ada orang mengatakan bahwa Nabi Ibrahim
a.s. adalah orang yang tidak berakhlaq karena berkata kepada ayahnya
yang menyembah berhala, “pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala
sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dalam kesesatan yang
nyata”. Sebaliknya, orang yang ateis, musyrik, atau murtad dianggap
berahklaq hanya karena ia toleran kepada sesama. Seorang pelacur
dianggap berakhlaq asalkan ia menyayangi buah hatinya yang dinafkahi
dari hasil melacurnya.
Begitulah
jika akhlaq dipahami dengan perspektif luar islam. Makna akhlaq menjadi
sempit karena memisahkan hubungan kepada Allah dan hubungan kepada
sesama. Dalam Al-Qur’an dan hadis digambarkan bagaimana akhlaq tidak
memisahkan unsur-unsur ketuhanan dan kemanusiaan. Didalam QS Al-baqarah
ayat 3 disebutkan bahwa kriteria orang-orang yang bertakwa adalah:
“(yaitu)
mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka.”
Kemudian dijabarkan secara lebih luas ayat berikut, “Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan
tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan
harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), orang-orang yang
meminta-minta, dan (memerdekakan) hambasahaya, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan
mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
Dalam hadits disebutkan, “Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan
tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barang siapa yang beriman
kedapa Allah dan hari akhi rmaka hendaklah ia berbicara yang baik atau
diam.”Dalam hadits lain disebutkan “Tidaklah
beriman kepadaku, orang yang tidur malam dalam keadaan kenyang
sementara tetangga sebelahnya lapar dan dia mengetahui.”
Singkatnya,
jika akhlaq dipahami dan diaplikasikan dengan pandangan islam (Islamic
worldview), maka akan lahir manusia-manusia berkepribadian yang
mengagumkan, serta memiliki kesalehan individu dan kesalehan sosial.
Sementara itu, jika akhlaq dipahami dan diaplikasikan dengan pandangan
luar islam, justru akan melahirkan manusia-manusia dengan kepribadian
yang tidak utuh (spilt personality). Hanya baik pada satu aspek (sosial)
tetapi kering secara spiritual.
Wallahu a'lam bisshowab.