Berbicara mengenai jilbab atau hijab sangat erat kaitannya dengan seorang muslimah. Jilbab dalam bahasa Arab yang jamaknya jalaabiib artinya pakaian yang lapang dan luas, kini dapat kita jumpai barang yang satu ini di Mall, toko baju, pasar dan sebagainya. Begitu pula dengan pengguna jilbab, kita sering menjumpai di jalan-jalan, pasar, mall, instasi dan sebagainya. Tetapi yang menjadi pertanyaannya adalah kita sebagai seorang muslimah, masuk dalam kategori muslimah berjilbab yang mana?. Apakah kita termasuk seorang muslimah yang menggunakan jilbab sudah tahu maksud dan tujuan dari berhijab tersebut secara benar menurut syar’i?. Atau apakah kita memakai jilbab hanya sebatas kebutuhan atau keperluan?.
Yuk,
belajar!
Mengenakan jilbab
tersebut dalam Islam jumhur ulama bersepakat, hukumnya wajib, sebagaimana yang
didasarkan pada beberapa firman-Nya “Hai Nabi! Katakanlah
kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan para wanita yang beriman supaya
mereka menutup tubuhnya dengan jilbab. Yang demikian itu supaya mereka lebih
dikenal dan mereka pun tidak diganggu. Dan Allah itu Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS Al-Azhab: 59). “Maka julurkanlah kerudung mereka hingga ke dadanya.”
(QS. An-Nuur: 31). Pada sebuah hadist, Rasul juga bersabda: “Hai Asma! Sesungguhnya
perempuan itu, apabila ia telah dewasa, maka tidak patut menampakkan sesuatu
darinya kecuali ini dan ini.” Rasulullah SAW berkata sambil menunjuk muka dan
telapak tangannya sendiri. (HR Abu Dawud).
Fungsi jilbab itu
sendiri, seperti yang tertera pada Surat Al-Azhab: 59, adalah sebagai identitas
seorang muslimah, sekaligus fungsi penjagaan diri, agar tidak diganggu. Hal ini
tentu saja menunjukkan bukti yang tidak main-main.
Menurut Anton Tabah
(1994), dalam delapan tahun terakhir, tercatat telah terjadi 13.175 kasus
perkosaan. Ini berarti, rata-rata setiap tahunnya 1.650 kasus dan rata-rata per
hari 5 orang. Dengan kata lain, setiap
lima jam ada seorang wanita yang diperkosa oleh laki-laki. Sebagai bahan
perbandingan, di Amerika Serikat, terutama hingga 1991, berlangsung 12-19 kali
perkosaan terhadap wanita setiap jamnya.
Kenaikan angka perkosaan pada tahun 2002 sendiri mencapai angka 25,3%,
jauh melebihi angka toleransi kenaikan kejahatan yang hanya 10%.
Hal tersebut,
disebabkan antara lain karena banyaknya wanita yang mengumbar aurat,
memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhnya, bahkan berpose tak senonoh. Pornografi dan
pornoaksi merebak dimana-mana, sehingga timbullah perkosaan. Mengenakan jilbab
secara syar’i... insya Allah akan membuat kita selamat dari tindak kejahatan
mereka.
Beberapa
Motivasi Mengenakan Jilbab
Alhamdulillah, kondisi
telah sangat berubah. Jika jilbab dahulu disebut-sebut sebagai pakaian para
hantu, saat ini terjadi kontradiksi yang menggembirakan. Berduyun-duyun para muslimah,
dari pedagang kecil di pasar tradisional, hingga para sosialita yang berasal
dari kalangan jetset, termasuk para artis terkenal, mulai melirik jilbab.
Bulan Ramadhan selalu
menjadi puncak semarak jilbab, karena banyak para jilbaber dadakan. Baik
sekadar mengikuti situasi, atau memang benar-benar ingin terus berjilbab dan
menjadikan Ramadhan sebagai momentum perubahana.
Akan tetapi, motivasi
untuk mengenakan jilbab ternyata bermacam-macam. Majalah Ummi pernah membuat
beberapa penggolongan jilbab berdasarkan motivasi mengenakannya, antara lain
sebagai berikut:
1. Jilbab Akademis.
Jilbab ini dikenakan karena kewajiban dari institusi pendidikan dimana mereka
bersekolah. Sayangnya, setelah mereka pulang sekolah, biasanya jilbab itu
dilepas, bahkan kemudian diganti dengan pakaian yang tak kalah ngejreng dengan
para artis.
2. Jilbab Medis.
Dikenakan karena adanya keharusan medis, misalnya pada orang yang terkena
kanker otak yang menyebabkan rambutnya rontok dan menjadi botak.
3. Jilbab Modis atau
Jilbab Artis. Orang yang mengenakan jilbab tipe ini lebih menganggap jilbab
sebagai salah satu jenis gaya berpakaian. Maka ia akan enjoy saja menghiasi
dirinya dengan pernak-pernik gemerlapan, dengan bentuk-bentuk aneh dan penuh
gebyar. Biasanya jilbab ini diperkenalkan oleh para artis.
4. Jilbab Pragmatis.
Jilbab ini dikenakan untuk memudahkan seseorang dalam berinteraksi, atau agar
seseorang bisa menyesuaikan momen. Misalnya, saat menghadiri pengajian, maka
seseorang akan berjilbab, tetapi ketika pergi ke pesta, dia akan menggantinya
dengan pakaian pesta. Pada bulan Ramadhan ini, kita melihat para salles di
mall-mall juga berjilbab.
5. Jilbab Ideologis.
Jilbab ini dikenakan karena kesadaran yang tinggi, bahwa mengenakan jilbab
memang kewajiban yang harus dilakukan dengan sepenuh keikhlasan. Bahwa
berjilbab adalah salah satu bentuk ketakwaannya kepada Allah SWT. Orang seperti
ini biasanya begitu menghargai jilbab yang dikenakannya, dan ia akan
mengenakannya sesuai dengan aturan syariat, serta tak akan melepaskannya
meskipun orang memaksanya.
Syarat-syarat jilbab
itu sendiri menurut Syaikh Yusuf Qardhawi adalah sebagai berikut:
1. Menutup seluruh
tubuh kecuali apa yang dikecualikan, yaitu wajah dan telapak tangan.
2. Bukan untuk
perhiasan kecantikan, tidak berbentuk aneh yang menarik perhatian, dan tidak
berparfum wangi yang menyolok.
3. Tidak tipis sehingga
membentuk tubuh.
4. Longgar, tidak
menampakkan betis, rambut (walau sedikit), dada, leher.
5. Tidak menyerupai
pakaian lelaki dan tidak menyerupai pakaian orang-orang kafir.
Jilbab, Bukan Halangan
Berprestasi
Di dalam Islam, seorang
muslimah diberikan keleluasaan, bahkan anjuran untuk menuntut ilmu
setinggi-tingginya, dan berprestasi sebesar-besarnya. Karena, prestasi adalah
sebuah perwujudan dari ihasanul amal (amal yang baik). Dan Allah tidak akan
menerima suatu amalan, kecuali amalan yang baik. Amalan yang baik itu adalah
sebuah realisasi dari ketakwaan, sedangkan Inna akromakum ‘indallaahi atqooqum,
sesungguhnya yang terbaik di antara kamu adalah yang paling bertakwa di antara
kamu.
Seringkali, orang
menjadikan jilbab sebagai sebuah sasaran tembak, jika karena memakainya, maka
ia merasa mendapatkan halangan untuk berprestasi. Padahal, jilbab sama sekali
bukanlah penghalang untuk meraih cita-cita. Saya pernah bertemu dengan seorang
doktor yang bekerja di IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia), dan dia seorang
muslimah berjilbab rapi. Gedung parlemen yang megah itu pun, sudah mulai
dimasuki para anggota dewan yang berjilbab rapi. Bahkan, menteri pemberdayaan
perempuan di era Gus Dur, yakni Ibunda Khofifah pun, berjilbab
Di Turki, gelombang
para jilbaber pun telah memasuki area-area yang sebelumnya sepertinya tertutup
untuk jilbaber. Di Iran, ada seorang muslimah berhasil mendapatkan medali emas
dari kejuaraan atletik tingkat dunia. Bahkan di negara-negara sekuler, seperti
Inggris, Jerman, Amerika Serikat, bahkan Perancis sekalipun, para muslimah
berjilbab nan cerdas dan berkarisma, sudah mulai mendapatkan tempat di
masyarakat.
Jadi, tunggu apa lagi?
Berjilbablah! Mulai sekarang juga! Jika mampu, secara syar'i. Jika belum kapan
lagi?.
Wallahu a’lam
bish-showab.