Welcome visitors to my blog 'Dakwah Bil Qolam'Warnai Duniamu Untuk Akhiratmu' By Danang Muslim

Kamis, 20 Maret 2014

Nabi Muhammad Saw sebagai pemimpin keluarga yang Harmonis




A. Pernikahan Agung
            Muhammad saw menikah untuk pertama kali ketika berumur 25 tahun dengan khodijah binti khuwaylid. Sebelumnya hubungan meraka adalah hubungan antara seorang  shahibatul mal ( pemilik modal ) dan mudharib ( business manager ) belakang khodijah tertarik untuk membina rumah tangga dengan Muhammad saw dan mengutarakan rencananya itu dengan keluarga Muhammad saw. baik keluarga Muhammaad saw maupun khodijah menyetujui rencana pernikahan mereka. Sesuai dengan adat setempat, pihak laki-laki harus memberi maskawin tanpa diperkenankan mengganggu harta pihak perempuan. Muhammad saqw melangsungkan pernikahannya dengan khadijah pada tahun 595 M dengan 20 ekor muda sebagai maskawin. Sumber lain menyebutkan ditambah dengan emas 12,5 uqiyah ( ons ) dari hartanya sendiri. Yang menjadi wali  bagi khadijah adalah pamannya’Amr bin Asad, karena ayahnya ,khuwaylid, sudah meninggal. Sementara keluarga Muhammad saw diwakili oleh abbas bin abdul Muttholib. Setelah menikah, Muhammad saw pindah kerumah khodijah. Inilah perkawinan Muhammad saw yang pertama. Ia baru menikah lagi setelah khodijah wafat. Khodijah adalah lambang ketulusan dan tempat Muhammad saw menemukan ketentraman dan kedamaian dari segala kegelisahan yang ditemuinya. Khodijah lah yang menentramkan hati Muhammad saw ketika beliau dalam kekhawatiran yang sangat besar saat bertemu pertama kali dengan jibril di gua hira’.  Dengan lembut khodijah berkata,”wahai putra pamanku. Bergembiralah dan tabahkanlah hatimu! Demi Dia yang memegang hidup khodijah, aku berharap kiranya engkau akan menjadi nabi atas umat ini. Sama sekali Allah tak akan mencemooh engkau sebab engkaulah yang mempererat tali kekeluargaanmu, jujur dalam kata-kata. Engkau yang mau memikul beban orang lain dan menghormati tamu serta menolong mereka yang dalam kesulitan atas jalan yang benar.”[1]  

B. Putra-putri Muhammad Saw
             Dari perkawinannya dengan Khadijah, Muhammad saw dikarunia dua anak laki-laki, Qasim- oleh karenanya Muhammad saw mendapat sebutan Abu Qasim – dan Abdullah, at-Thayyib (yang baik) dan at-Thahir (yang suci) karena ia dilahirkan sesudah Islam.
Pasangan ini juga dikaruniai 4 anak perempuan yaitu Ruqayyah, Zainab, Ummu Kultsum, dan Fatimah. Uraian putra-putri nabi dijelaskan sebagai berikut :[2]
1. Qasim, Ibunya Khadijah : meninggal ketika usianya dibawah 2 tahun, lahir pada tahun ke-30 dari kelahiran Rasulullah ,menikah dengan Abul ‘Ash bin Rabi ( sepupu) anak dari halal binti khuwailid.
2. Zainab, Ibunya Khadijah, . Zainab, menikah dengan Abu Al-Ash bin Rabi’ bin Abdul Uzza bin Abdul Syams sepupu Zainab, karena ibunya adalah Hala binti Khuwailid (saudara dari Khadijah binti Khuwailid). Zainab mempunyai anak bernama Ali yang meninggal waktu menginjak dewasa. Dan Umamah yang digendong oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam waktu shalat dan setelah dewasa menikah dengan Ali bin Abi Thalib setelah Fatimah wafat.  Dan wafat tahun ke-8 H.
3. Abdullah, ibunya khadijah, meninggal ketika masih kanak-kanak ( lebih muda dari Qasim ) dan sering dipanggil at-Thayyib (yang baik) dan at-Thahir (yan suci ).
4. Ruqayyah, Ibunya khaadijah, lahir pada tahun 33 dari kelahiran Rasulullahh saw. menikah dizaman jahiliah dengan uthbah bin abi lahab, setelah cerai dengan utbah ia dinikahkan dengan Ustman bin Affan. Ia melahirkan anak bernama Abdullah ( meninggal saat berumur 6 tahun) serta wafat ketika sedang berlangsung perang badar ( bulan ramadhan tahun ke-2 H)
5. Ummu Kultsum, ibunya khadijah, di zaman jahiliah menikah dengan utaibah bin abu lahab, tapi ketika islam datang langsung cerai. Kemudian dinikahkan dengan Ustman bin Affan ( setekah ruqayyah wafat). Serta wafat tahun ke-9 H.
6. Fathimah, ibunya khadijah, lahir 1 tahun sebelum kenabian, fathimah ( usia 15 tahun ) menikah dengan Ali bin abu thalib ( 21 tahun ). Dari perkawinannya tersebut fathimah mempunyai 6 anak : 3 laki-laki ( Hasan, Husain, Muhassin ) dan 3 perempuan ( zainab, ummu kultsum, Ruqayyah). Ruqayyah meninggal sebelum dewasa, Muhassin meninggal ketika masih janin ( keguguran ). Dan wafat malam selasa tanggal 3 Ramadhan tahun ke-12 H.
7. Ibrahim, ibunya Mariyah Al-Qibthiyyah, lahir pada bulan Dzulhijjah tahun ke-8 H. Dan wafat tahun ke-10 H dalam usian 1 tahun 10 bulan.
 Beliau hidup dizaman dimana bahwa anak laki-laki lebih baik dibanding dengan anak perempuan. Bahkan, kebiasaan  pada waktu itu membanarkan  anak-anak perempuan dikubur hidup-hidup oleh orang tua mereka karena dikhawatirkan  akan membawa aib dan kesusahan bagi keluarganya. Seperti halnya kebanyakan orang-orang, Muhammad saw juga menginginkan adanya anak laki-laki. Hal ini tersirat dari pengangkatan zaid bin haritsah sebagai anak angkat beliau. Zaid yang sebelumnya adalah seorang budak yang dibeli oleh khadijah, oleh Muhammad saw dimerdekakan dan diangkat sebagai anak. “ zaid bin Muhammad ‘. Dan anak-anaknya yang masih hidup semuanya perempuan. Putri-putri Rasulullah saw  sempat mengalami kedatangan islam dan mereka memeluk agama ini serta ikut hijrah ke Madinah. Kecuali Fatimah, semua anak-anaknya meninggal semasa Muhammad saw masih hidup, fatimah sendiri meninggal 6 bulan setelah Muhammad saw wafat. Dan disusul oleh ibrahim meninggal hingga menjadikan Muhammad saw  berduka hingga berderai air mata.[3]

C. Perhatian Terhadap Pengasuh dan Pelindungnya
            Muhammad SAW sangat memperhatikan orang-orang yang pernah berjasa kepadanya. Dalam upacara perkawinannya dengan Khadijah, Halimah, ibu susuannya, turut diundang. Sesudah itu pun, ketika pengasuhnya ini sudah berusia lanjut datang mengunjunginya, Muhammad SAW membentangkan pakaiannya yang paling berharga untuk tempat duduk Halimah. Pada saat daerah Halimah dilanda paceklik, Muhammad SAW memberinya unta bermuatan air dan empat puluh ekor kambing. 
            Perhatian serupa ia tunjukkan kepada paman yang pernah mengasuhnya, Abi Thalib. Pamannya ini termasuk orang yang kurang mampu, tetapi anaknya banyak. Di antara paman-paman Muhammad SAW memang ada yang kaya, seperti Abu Lahab dan Abbas bin Abdul Muthalib. Muhammad SAW sendiri merasa lebih dekat dengan Abbas karena pernah dibesarkan bersama. Oleh karena itu, Muhammad SAW meminta Abbas untuk bersamanya meringankan beban Abi Thalib dengan cara mengambil salah satu anaknya untuk dibesarkan. Akhirnya Abbas mengasuh Ja’far, sedangkan Muhammad SAW sendiri mengambil Ali.        Peneladanan terhadap sikap ini dapat dilakukan dengan menghormati dan mengasihi para pengasuh atau orang-orang yang pernah berjasa kepada kita di waktu kecil dulu. Mereka adalah orang-orang yang turut memberikan andil bagi apa yang kita rasakan dan peroleh sekarang ini. Mereka telah menanamkan benih-benih kasih sayang, memberikan pendidikan awal, menjaga dan merawat kita.
            Sekarang, mari kita bertanya pada diri kita sendiri, kapan terakhir kali kita bertemu dengan pengasuh atau orang-orang yang berjasa di waktu kita kecil dulu? Sudahkah kita memberikan sesuatu yang bisa meringankan beban mereka?

D. Muhammad saw dan istri-istrinya
          Muhammad saw hanya memiliki seorang istri, khadijah, selama lima belas tahun sebelum kerasulan dan sepuluh tahun sesudahnya. Dalam masa itu, sama sekali tidak ada catatan yang mengatakan bahwa Muhammad saw ingin mmenikah dengan perempuan  lain baik ketika khadijah masih hidup ataupun ketika ia belum menikah dengan khadijah . Belum pernah terdengar bahwa ia termasuk orang yang mudah tergoda oleh wanita lain. Jadi aneh juga ada yang menuduh bahwa Muhammad saw memiliki syahwat yang berlebihan terhadap wanita sehingga mendorongnya untuk beristri banyak.
            Periodesasi kehidupan rumah tangga Rasulullah saw dapat digambarkan sebagai berikut :
 25 -----► Bermonogami (25 Tahun ) -----► 50 Tahun à 51/52  > Berpoligami ( 11-12 Tahun )----►63 Tahun.
Gb. 6.1. usia Rasulullah saw saat Monogami dan berpoligami
Gambar diatas menunjukkan bahwa periode perkawinan sebagian besar dijalani dalam bentuk monogami. Beliau hanya mempunyai satu istri ( khadijah ) selama lebih kurang 25 tahun. Kemudian sempat hidup menduda beberapa waktu sebelum kemudian menikah untuk menikah yang kedua kalinya. Pada masa pernikahan yang kedua inilah beliau memilki istri lebih dari satu selama kurang lebih 11-12 tahun.
       Kalu memang Muhammad Saw memperturutkan syahwat , tentu dia telah beristri selain khadijah. Apalagi kaum Quraisy bersedia mencarikan wanita pilihan unyuk dinikahinya asalkan Muhammad saw mau menghentikan dakwahnya. Selain itru, kalu memang syahwat yang mendorong beliau berpoligami, tentu akan dilakukannya diusia yang lebih muda dan kaum Quraisy akan dengan senang hati mencarikannya.
        Setelah khadijah wafat, Muhammada saw menikah dengan ‘Aisyah. Tetapi pernikahannya dengan ‘Aisyah baru disempurnakan setelah  hijhrah ke Madinah. Sesudah menikah dengan ‘Aisyah , Muhammad saw menikah lagi dengan saudah binti zam’ah, seorang janda yang suaminya pernah hijrah ke Ethiopia dan meninggal setelah kembali ke Mekkah. Setalah perang Badr Muhammad saw menikah dengan hafsah binti umar bin khattab yang ditinggal mati suaminya Khunais.
            Pada tahun 4 H/626 M, Muhammada saw memilki 4 orang istri: Saudah binti zam’ah, Aisyah binti Abu bakar, Hafsah binti Umar bin khattab, dan zainab binti khuzaimah. Saudah dan Aisyah dinikahi oleh Muhammad saw sebelum hijrah, smentara hafsah dan zainab dinikahi di Madinah. Kehadiran Hafsah tidak merusak keharmonisan rumah tangga Muhammad saw, bahkan Aisyah merasa gembira memilki teman yang sebaya dengannya.
         Zainab adlah janda Ubaidah bin al-harist bin al-Muthallib yang tela gugur syahid dalam perang badr. Zainabv terkenal dengan kebaikan hatinya dan suka menolong orang yang kesusahan sehingga diberi gelar ummu al-Masakin. Kehidupan rumah tangga Muhammada saw dengan zainab hanya berjalan 8 bulan. Zainab jatuh sakit dan meninggal dunia. Selain khadijah, zainab merupakan satu-satunya istri Muhammad saw yang meninggal dunia ketika beliau masih hidup.
            Empat bulan setelah zainab wafat Muhammad saw menikahi ummu salamah yang berusia 29 tahun. Ia adalah janda Abu salamah, sepupu beliau yang meninggal 4 bulan sebelumnya.
            Setelah penaklukan bani Mushtaliq, Muhammad saw menikah dengan Juwairiyah binti al-Harist. Juwairiyah pada mulanya termasuk salah seorang tawanan perang dan ingin menebus dirinya. Kemudian Muhammad saw  menikahinya dan diikuti dengan pembebasan tawanan perang lainnya. Menganai hal ini ‘Aisyah RA berkomentar,”Tidak pernah saya lihat ada seorang wanita lebih besar membaawa keuntungan buat kaumnya seperti dia ini”.   

E. Contoh Keharmonisan  Keluarga  Rasulullah Saw[4]
            Yang terbaik diantara kalian adalah yang terbaik kepada keluarganya dan aku adalah yang terbaik kepada keluargaku diantaramu.[5]
             Seabagai panutan, Rasulullah saw memberikan contoh bagaimana membangun satu keluarga yang harmonis dan bahagia. Rasulullah saw menegaskan bahwa istri  tidak hanya sebagai objek kesenangan dan tempat untuk menyalurkan kebutuhan biologis belaka. Begitu pula suami, a tidak hanya bekerja untuk mencari rizki untuk istri dan anak semata. Namun sesungguhny, antara suami,istri, dan anak terdapat pertalian yang suci dan luhur serta agung.
            Pertalian  ini adalah mawaddah dan mahabbah ( kasih sayang dan kecintaan ). Dari akar kata wud dan hub timbul tawaddud dan tahabbub yang berarti saling menyayangi dan menyintai. Wudd dan hubb juga mengharuskan semua pihak yang terlihat harus menjunjung tinggui berbagai nilai yang penuh teladan, melakuka pernuatan yang mendatangkan cinta dan kasih sayang: berlemah lembut, saling mendekatkan diri dengan ucapan yang baik, serta berupaya untuk mewujudkan keromantisan yang tulus.
Allah Swt berfirman :
Dan diatara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah, Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya. Dan jadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berpikir[6]
            Dalam pembahsan berikut kita akan menengok sedikit suri tauladan Rasulullah saw dalam membangun kemesraan kehidupan rumah tangga beserta istri dan anak-anaknya.
 1. Ayah Teladan
2. Mertua yang penuh pengertian
3. Kakek Penyayang
4. Suami Teladan
            a. Suami membukakan pintu Kendaraan atau Rumah untuk isterinya.
            b. Mencium Istri Sebelum Pergi dan datang dari Bepergian
            c. Makan Sepiring Berdua
            d. Berlemah Lembut dan Menemani Istri yang Sakit.
            e. Bersenda-gurau dan Membangun Keakraban
            f. Tetap Romantis dan Akrab dengan Istri yang sedang Haid
            g. Mandi Bersama
            h. Mengajak Istri makan di Luar Sambil Refreshing
            i. Saling membersihkan Setelah Berhubungan
            j. Bersandar di atas Dada Isteri dan Tidur di atas Pahanya
            k. Suami Istri Berpelukan di Saat Tidur
            l. Mengajak Istri Ketika Bepergian Keluar Kota
            m. Suami Menyuap Isterinya
            n. Mencium Istri dari Waktu ke Waktu
            o. Suami Mengantar Istri Ketika Keluar
            p. Suami Istri Berjalan-jalan di Malam Hari
            q. Istri menyisir Rambut Suaminya
            r. Istri menaburkan Perfum ke Badan Suaminya
            s. Ungkapan cinta dan Panggilan Sayang Setiap Hari
            t. Meletakkan Pipi di Atas Pipi
            u. Suami Istri Membiasakan Olah Raga.
            v. Memberikan Kesenangan Kepada Istri
            w. Memperhatikan Perasaan Istri

F. Persoalan Rumah Tangga
            Kehidupan rumah tangga Muhammad saw tidak selalu berjalan mulus tanpa persoalan. Meskipun beliau adlah seorang nabi dan rasul, tapi beliau tetaplah seseorang manusia biasa yang juga menemui persoalan rumah tangga sebagaiman pemimpin rumah tangga lainnya. Cara-cara beliau menghadapi persoalan rumah tangga memberikan teladan bagi umatnya bagaimana seharusnya menyelesaikan persoalan keluarga yang ada.
            Ada beberapa persoalan rumah tangga beliau yang tercatat oleh sejarah. Dia antaranya adalah mengenai pernikahannya denagn zainab bin jahsy dan kasus hadist ifk ( berita palsu atau gosip ) yang menimpa istrinya ‘Aisyah. Disamping itu ada pula kisah kegusaran beliau terhadap salah satu istrinya Hafsah binti Umar. Beliau juga pernah menghadapi persoalan kecemburuan diantara para istri-istrinya tersebut.
            Pernikahan beliau dengan zainab serimg dikutip oleh para orientalis yang ingin mendiskreditkan beliau. Menurut mereka, belaiau telah terbedaya oleh kecantikan  zainab dan ingin menikahinya, padahl waktu itu zainab masih menjadi istri anak angkatnya zaid. Menurut para orientalis tersebut, beliau kemudian mendesak zaid untuk menceraikan zainab. Zaid terpakasa menveraikan istrinya dan kemudian dinikahi oleh beliau.
            Kenyataannya yang sebenarnya tidaklah sedemikian. Suatau hari pada tahun ke-4 H, beliau pergi ke rumah anak angkatnya zaid, untuk membecirakan suatu masalah. Ternyata  zainab,istrinya zaid, yang membukukan pintu. Zaid sendiri sedang tidak ada dirumah. Zainab mempersilahkan Muhammad saw masuk, tetapi beliau menolak. Setelah zaid pulang, zainab menceritakan kedatangan Rasulullah saw kepadanya. Ia segera menemui beliau sambil mendiskusikan kehidupan rumah tnggany dengan zainab. Menurut catatn husain haikal, zaid sering datang kepada Muhammad saw untuk mengadukan keretakan rumah tangganya dengan zainab dan niatnya untuk menceraikan istrinta itu.[7]  Beliau hanya menjawab pendek.” Jagalah istrimu dan bertawakkallah!”
. Mulanya zainab pernah menolak lamaran dari zaid karena alasan ketidaksederajatan status sosial. Terjadinya keretakan rumah tangga zaid dikarenakan faktor ekonomi dan latar belakang keluarganya zaid sendiri asalnya adalah bekas budak. Dan zainab adalah keturunan bangsawan Quraisy. Pernikahan mereka setelah selama 2 tahun tidak mendatangkan kebahagiaan. Dan mereka pun bercerai.
Setalah bebarapa bulan berlalu, atas persetujuan wahyu,[8]beliau menikahi zainab ,setelah habis masa iddahnya.
            Persolan rumah tangga yang kedua adalah kabar miring yang menimpa istri beliau Aisyah ketika kembali dari ekspedisi penaklukan Banu Musthaliq. Aisyah tertinggal dari rombongan karena mencari kalungnya yang hilang. Salah seorang sahabat bernama Shafwan bin al-Mu'attal juga ketinggalan dari rombongan karena ada suatu keperluan. Kemudian Aisyah naik ke untanya dan dikawal oleh Shafwan menyusul rombongan Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Rupaya rombongan itu tidak tersusul dan akhirnya Aisyah sampai di Madinah dengan dikawal oleh Shafwan.
            Melihat kedatangan mereka yang terpisah dari rombongan besar tersebut, kaum Yahudi dan golongan munafik menghembuskan isu yang tidak sedap, Aisyah dan Shafwan telah melakukan sesuatu yang tidak terpuji. Beberapa orang Muslim termakan oleh isu itu dan menaruh kecurigaan terhadap Aisyah.
            Berita ini akhirnya sampai juga kepada Muhammad dan menyebabkannya menjadi gelisah. Sikap beliau menjadi kaku karena tidak tahu bagaimana hal yang sebenarnya terjadi. Beliau mendiamkan Aisyah beberapa lama. Pada saat yang bersamaan, Aisyah jatuh sakit sebelum mendengar adanya kabar miring tersebut. Rasa sakit dirasakannya bertambah sakit rasanya ketika melihat sikap Muhammad yang kaku. Akhirnya, Aisyah meminta izin kepada Muhammad untuk pindah ke rumah ibunya untuk dirawat. Lebih duapuluh hari ia sakit dan kemudian sembuh. Namun 'Aisyah belum mendengar berita mengenai dirinya itu.
            Sebaliknya, Muhammad merasa sangat terganggu dengan berita yang tersebar tersebut. Beliau berpidato di hadapan orang banyak, “Saudara-saudara, kenapa orang-orang mengganggu saya mengenai keluarga saya. Mereka mengatakan hal-hal yang tidak sebenarnya mengenai diri saya. Padahal yang saya ketahui mereka itu orang baik-baik. Lalu mereka mengatakan sesuatu yang ditujukan kepada seseorang, yang saya ketahui, demi Allah, dia juga orang baik. Tak pernah ia datang ke satu rumah saya kecuali jika bersama saya.”
Berita bohong ini hampir saja menjadi suatu fitnah atau perpecahan yang besar di antara kaum Muslimin. Mereka terbagi kepada mereka yang pro dan kontra terhadap isu itu. Golongan Auz dan Khazraj, penduduk pribumi Madinah yang sebelum kedatangan Islam bersiteru sepanjang zaman, mulai menunjukkan gelagat permusuhan. Kalau saja Muhammad tidak turun tangan secara langsung mungkin sudah terjadi pertumpahan darah sebagaimana yang diharapkan oleh golongan Yahudi dan kaum munafik Madinah. Mereka gencar menghembuskan isu tersebut.
            Akhirnya, berita itu sampai juga kepada Aisyah dan ia sangat terpukul mendengamya. Ia baru mengerti mengapa Muhammad bersikap agak aneh kepadanya belakangan ini. Aisyah kemudian terus berdoa agar Allah membukakan tabir keadaan yang sebenarnya dan mengembalikan suaminya ke posisi semula sebagai suami yang penuh cinta, kasih, dan selalu lemah lembut kepadanya. Keadaan Muhammad sendiri tidak lebih baik dari Aisyah. Beliau merasa tersiksa oleh kabar itu.
            Muhammad Saw kemudian meminta pendapat dua orang sahabatnya Usamah bin Zaid dan Ali bin Abi Thalib. Usamah bin Zaid menolak sama sekali berita tersebut. Menurutnya, Aisyah adalah seorang wanita yang sangat baik dan jauh dari sifat-sifat tercela. Ketika Ali diminta komentamya ia berkata, “Annisa'siwaha katsirah.” Masih banyak persoalan lain selain persoalan wanita. Akhirnya mereka memanggil pembantu Aisyah dan memintanya untuk berkata jujur tentang Aisyah pembantu itu berkata, “Demi Allah yang saya ketahui dia ('Aisyah) adalah baik.” Segala tuduhan jahat yang ditujukan kepada Aisyah dibantahnya.
            Lalu, Muhammad Saw datang kepada Aisyah yang waktu itu berada di rumah orang tuanya. Beliau ingin mendengar langsung dari Aisyah tentang kejadian yang sebenarnya. Muhammad Saw. berkata, “Aisyah, engkau sudah mengetahui apa yang menjadi pembicaraan orang. Hendaknya engkau takut kepada Allah jika engkau telah melakukan suatu kejahatan seperti apa yang dikatakan orang. Bertobatlah engkau kepada Allah, sebab Allah akan menerima segala tobat yang datang dari hamba-Nya.”
            Aisyah menoleh ke arah orangtuanya namun mereka diam seribu bahasa. Aisyah berkata, “Kenapa kalian tidak menjawab?”
"Sungguh kami tidak tahu bagaimana harus menjawab," mereka menjawab.
            Aisyah menangis tersedu-sedu. Sedih karena sendirian tanpa ada yang membelanya. Ia telah dicurigai oleh orang-orang yang paling dicintainya melebihi dirinya sendiri. Dalam tangisnya Aisyah berkata, “Demi Allah, sama sekali saya tidak akan bertobat kepada Allah seperti yang engkau minta. Saya tahu, kalau saya mengiyakan apa yang dikatakan orang itu, sedang Allah mengetahui bahwa saya tidak berdosa, berarti saya mengatakan sesuatu yang tidak ada. Tetapi kalaupun saya bantah, kalian takkan percaya. Saya hanya dapat berkata seperti apa yang dikatakan oleh ayah Yusuf, maka sabar itulah yang baik, dan hanya Allah tempat meminta pertolongan atas segala yang kamu ceritakan itu.”
            Kemudian terjadi kesunyian. Masing-masing larut dalam pikirannya. Muhammad baru saja hendak berlalu dari tempat itu, ketika ia merasakan akan turunnya wahyu. Beliau kemudian terlelap sebagaimana lazimnya tidur ketika wahyu turun. Aisyah berkata, “Saya sendiri sama sekali tidak merasa takut dan tidak peduli setelah melihat kejadian ini. Saya sudah mengetahui, bahwa saya tidak berdosa dan Allah tidak akan berlaku tidak adil terhadap diri saya. Sebaliknya orang tua saya, setelah Muhammad terjaga, saya kira nyawa mereka akan terbang karena ketakutan, kalau-kalau wahyu dari Allah akan memperkuat apa yang dikatakan orang."
            Tidak berapa lama kemudian Muhammad Saw terbangun. Badannya basah oleh keringat sebagaimana biasanya kalau beliau menerima wahyu. Beliau berkata, "Gembirakanlah hatimu Aisyah, Allah telah membebaskan kamu dari tuduhan.” “Alhamdulillah,” sahut Aisyah.
            Kemudian Muhammad berangkat ke masjid dan membacakan wahyu yang baru saja diterima di hadapan orang banyak. (QS. al-Nur: 11-19). Di samping pembebasan Aisyah dari segala tuduhan, turun pula wahyu tentang hukum menuduh orang baik-baik berbuat zina. (QS. al-Nur:4). Aisyah kembali ke keadaan semua dalam rumah tangga Muhammad dan dalam dekap hatinya.
            Di Samping persoalan diatas, ada juga sedikit ctatan tentang rumah tangga beliau dengan hafsah. beliau diceritakan pernah gusar oleh perilaku hafsah. umar menceritakan kisah ini sebagai berikut : sungguh, tatkala kami dalam mas jahiliah, wanita-wanita tidak lagi kami hargai. kemuadin Allah memberikan ketemtuan  tentang mereka dan memberikan pula haki kepada mereka. ketika saya sedang dalam suatau urusan, tiba-tiba istri saya berkata,’coba engkau berbuat begini atau begitu.
             Umar berkata, ada urusan apa engkau disini, dan perlu apa kau dengan urusanku? ia pun membalas,’aneh sekali kau umar, engakau tidak mau ditentang padahal putrimu menentang rasulullah saw sehingga ia guisar sepanjang sehari.
            kata Umar: kuambil mantelku, lalu aku keluar aku menemui hafsah.
‘Anakku, kata umar. engkau menentang Rasulullah saw sampai ia merasa gusar sepanjang hari? hafsah menjawab,’memang kami menetangnya’.
‘engkau harus tahu,’ kata umar, ‘engkau jangan terpedaya oleh kecintaan serta kemurkaan rasul-Nya. Anakku, Engkau sudah mengetahui, Rasulullah saw tidak mencintaimu, dan kalau tidak karena aku engkau tentu sudah diceraikannya.[9]
            Persoalan lain yang dihadapi Muhammad saw dengan istri-istrinya adalah ketika ibrahim lahir dari rahim mariah Qibtiyah, istri beliau yang sebelumnya merupakan seorang budak yang dihadiahkan oleh Muqaiqis, penguasa mesir. kelahiran ibrahim, ini tidak lama setelah wafatnya zainab putri beliau. Dengan meninggalnya zainab, beliau tinggal memiliki [utri yaitu fatimah. sudah wajarnya kalau Muhammad saw sangat bergembira  dengan kelahiran ibrahim. beliau tidak memilki anak dan istrinya-istrinya yang lain selai khadijah. Beliau juga sudah lama kehilangan dua orang putranya, Qasim dan Abdullah yang meninngal dimasa kecil. belaiu me ncurahkan rasa cinta kepad ibrahim. Beliau sering mengunjungi ibrahim dan memberikan kecintaan dan perhatian seorang yang baik kepadanya.
            Hal ini menimbulkan rasa cemburu dikalangan istri-istrinya yang lain. Mereka cemburu kepada mariah dan ibrahim yang mendapat tempat baru di hati beliau. Sebelumnya, rasa cemburu diantara istri beliau terjadi beberapa kali. Yang palin sering dicemburui adalah ‘Aisyah karena dianggap mendapat temapat khusus dihati Muhammad saw melebihi istri lainnya. Zainab juga pernah dicemburui karena kecantikannya dan karen perkawinannya dangan beliau disebutkan dalam Al-Qur’an.
            Sikap mereka ini menimbulkan kegusaran hati Muhammad saw sehingga beliau menghindar dari mereka selam lebih kurang 1 bulan. Beliau juga tridak mendiskusikan persoalan rumah tangga beliau ini dengan orang lain. Belaiu memfokuskan diri untuk menghadapi persoala yang dihadapi dalam menyebarkan dakwah islamiyah.
             Sikap diam beliau tersebut menimbulkabn kegelisahan dihati para mertua : Abu bakar dan Umar. Mereka takut karena kemarahan Beliau tersebut, akan mengakibatkan kemurkaaan Allah dan para malaikat. Kegelisahan mereka bertamabah ketika muncul desas-desus  bahwa belaiau telah menceraikan istrinya. para istri belaiau tidak kalah gelisahnya didiamkan terus menerus. Mereka menyesal karena didorong oleh rasa cemburu mereka telah begitu jauh menyakiti hati suami yang snagat lemah lembut pada mereka.
Suatu kali ketika beliau berada dalam kamar yang terpisah dari rumah-rumah istrinya, Umar datang meminta klarifikasi  yang sebenarnya terjadi. Benarkah belaiu menceraikan istri-itrsinya? setelah dijawab bahwa beliau tidak menceraikan mereka, Umar mengumumkan berita tersebut pada khalayak ramai. Sesudah itu turunlah wahyu yang menegur sikap belaiu terhadap yang mendiamkan istrinya hampir satu bulan lamanya.[10]    
Dengan  demikian masalahnya selesai. istri-istri beliau kembali sadar dan kembali lagi. Kehidupan rumah tangga beliau kembali tenang sperti sedia kala. Ketenangan rumah tangga sangat diperlukan oleh setiap orang yang sedang melaksanakan suatu tugas berat seperti beliau.
Daftar Pustaka
Antonio, M.Ec, Dr. Muhammad Syafii. 2009. Muhammad SAW , The Super Leader dan Super Manager . ProLM Centre & Tazkia Publishing: Jakrta.Bab 6. Hal. 101-125.

[1] Al-Hamidi, DR.Abdu Al Aziz.1997. At Tarikh islami, Mawaqif wa l’bar.iskandariyah, Mesir: Dar al dakwah al-islamiyah. Hal. 1:16.Al-shalaby: al-syirah al-nabawiyyah. Hal.79-80
[2] Ibnu Qayyim, Zad al ma ad, 1 :25-26, Muhammad ali shabban.1997. Teladan suci keluarga nabi : Akhlak dan keajaiban-keajaibannya. Bandung : Al Bayyan.
[3]  Sahih Muslim dari asma bin yazid no.4279, bab rahmatullah saw al-syibyan.
[4] Bagia ini cukup banyak mengadopsi dan menyadur pemikiran Adib Al-Kamdani. 2006. Kemesraan Nabi Bersama Istri.Terjemah. Solo: Pustaka Arafah
[5] HR. Tirmidzi dengan no.3830, faudhlu azwaji al-nabiyyi saw,ibnu majah, hadis no. 1967, husnu mu’asyarati al-nisa’i.
[6] QS. Al-Rum (30):21
[7] Al-khalifi, hafsah bin ustman, 1997. Qadhaya nisa al –nabi saw, kairo: dar al-muslim , hal.209
[8]  QS. AL-Ahzab (33):4.37.
[9] shahih muslim no.2704 ,fi al-ila wa i’tizal al-nisa takhrija.
[10]  Lihat QS.AL-Tahrim (66): 1-5